Saya
melihat VCD yang dikeluarkan BBC seri Horizon dengan judul Designer
Babies (dijual di toko vcd original), salah satunya mengemukakan tentang
gen yang menentukan kepribadian manusia. Ada sebuah gen, yang jika
ukurannya tertentu, maka membuat orangnya jadi pesimis, sementara kalau
ukurannya berbeda, membuat orangnya optimis.
http://www.bbc.co.uk/science/horizon/1999/designer_babies_script.shtml
Secara
umum, kalau dikatakan secara genetik mudah depresi, memang dirinya
rentan terhadap masalah/stress. Namun walau dia orang yang secara
genetik "kuat", sementara stress yang datang bertubi-tubi dan besar,
maka bisa saja dia menjadi depresi.
Ketika saya kuliah
MBA dulu, saya diajarkan matrix yang berkaitan dengan high risk high
gain, serta no pain no gain, yang berhubungan dengan kemampuan manusia
dalam merespon serta menghadapi stress atau masalah.
Teorinya
begini: Masalah bisa dibagi dalam dua kategori, pertama adalah
banyaknya (kuantitas) masalah, dan kedua adalah beratnya (kualitas)
masalah. Dengan demikian, kita bisa membagi dari segi kuantitas ada dua
(mau dibagi tiga juga boleh), yakni sedikit masalah dan banyak masalah.
Dari segi beratnya, kita bisa membagi dua juga, yaitu masalah ringan dan
masalahnya berat.
Nah, dengan demikian ada empat kategori, yaitu orang yang mampu dan suka menghadapi:
1. masalah sedikit dan yang ringan-ringan saja.
2. masalah berat/rumit namun jumlahnya sedikit saja
3. masalah banyak namun yang ringan-ringan saja
4. masalah berat/rumit dan dengan jumlah yang banyak.
Nah, dari segi "no pain no gain", maka yang nomor 4 harusnya menjanjikan hasil yang banyak.
Memang,
setiap orang ingin hasil yang sebanyak-banyaknya. Namun banyak orang
yang "salah tempat" karena ketika dia masuk ke daerah matrix yang tidak
sesuai dengan kemampuan "mental"-nya, maka dia akan mengalami stress.
Jika orang salah masuk tempat yang di bawah kemampuannya, maka dia juga
akan merasa jenus. Seperti dalam grafik hubungan antara stress dan
produktivitas, maka kalau stress terlalu rendah atau terlalu tinggi,
maka produktivitas menurun.
Depresi berat bisa terjadi
karena genetik karena memang dari sononya dia tidak bisa menghadapi
masalah yang berat dan banyak. Namun ada juga yang karena faktor
lingkungan. Ini tergantung dari ketahanan mentalnya. Sebagai contoh, ada
orang yang rumahnya habis (seluruh hartanya habis) misalnya karena
bencana, masih tenang dan menerima cobaan dengan tawakal, namun ada yang
kemudian depresi berat.
Banyak orang mengatakan bahwa
agama merupakan solusi. Sebab ketika orang mengalami tekanan, biasanya
ingat om Han (kecuali kalau dia memang tidak percaya adanya tuhan). Di
sini menjadi pertanyaan atau perlu dilakukan studi, apakah orang yang
rentan terhadap masalah (secara genetik) bisa ditingkatkan dengan
pengimanan terhadap agama?
Lalu, jika depresinya karena
faktor genetik, apakah masih bisa diterapi? Maka jawabnya bisa
diterapi. Dengan kehadiran teman, konselor, pendamping, obat, gejala
depresinya bisa diringankan. Trus kalau ditanya, apakah bisa diubah?
Jawabnya: ya dan tidak. Ya, karena dengan obat tertentu membuat otaknya
menghasilkan neurotransmiter tertentu yang membuat orang gembira
sehingga tidak depresi. Tidak, karena secara genetik yang tidak berubah.
Itulah hebatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bukankah ada yang mengatakan, "Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan kita..."
(nur agustinus)