Psikologi Ego


Sejak kematian Freud ada perkembangan dalam teori psikoanalitik yaitu munculnya teori psikologi Ego.  Meskipun baru tentang ego, kadang-kadan disebut psikologi ego. Meskipun Freud menganggap ego sebagai eksekutif dari keseluruhan kepribadian, sekurang-kurangnya pada orang yang sehat, namun ia tidak pernah memberinya suatu posisi otonom; ego tetap mengabdi pada kemauan-kemauan id. Dalam apa yang kemudian menjadi pernyataan finalnya tentang teori psikoanalitik, Freud mengulangi (1940) apa yang sudah dikatakannya berkali-kali sebelumnya. "Bagian tertua (id) aparatus mental ini tetap merupakan yang terpenting sepanjang hidup". Id dan insting-instingnya mencerminkan "tujuan sejati kehidupan sang organisme individual". Tidak ada pertanyaan antara ego dan id: id merupakan pihak yang dominan dalam kemitraan tersebut.

Bertentangan dengan pendirian Freud adalah pendirian sejumlah teoritikus psikoanalitik yang memperluas peranan ego dalam keseluruhan kepribadian. Pemimpin teori ego yang baru ini adalah Heinz Hartman (1958,1964). Teori ego yang baru ini tidak hanya mencakuo topik-topik seperti perkembangan prinsip kenyataan (relaity principle) dalam masa kanak-kanak, fungsi-fungsi ego yang integratif atau mempersatukan, proses-proses tambahan pada ego berupa mempresepsikan, mengingat, berpikir dan bertindak serta pertahanan-pertahanan ego, tetapi yang lebih penting, teori ini mengemukakan konsep otonomi ego. Pembicaraan-pembicaraan tentang fungsi-fungsi otonom ego biasanya dimulai dengan mengutip salahsatu artikel terakhir Freud dimana ia menulis, "Tetapi kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa id dan ego pada mulanya adalah satu, dan hal itu tidak mengisyaratkan penilaian yang berlebihan, serba mistis terhadap hereditas apabila kita merasa masuk akal bahwa, bahkan sebelum ego ada, garis-garis perkembangan, kecenderungan-kecenderungan dan reaksi-reaksinya selanjutnya ditetapkan" (Freud, 1937,hlm.343-344).

Bertolak belakang dengan kutipan diatas, Hartmann mengajukan postulasi bahwa ada suatu fase pada awal kehidupan ketika ego dan id terbentuk. Ego tidak muncul dari suatu id yang bersifat bawaan, tetapi masing-masing sistem bersumber pada predisposis-predisposis tertentu yang bersifat inhern dan masing-masing memiliki arah perkembangannya sendiri yang mandiri. Selain itu, ditegaskan bahwa proses-proses ego ini dapat terlepas dari sasaran-sasaran yang bersifat murni instingtif.

Pertahanan-pertahanan ego tidak harus bersifat patologis atau negatif; mereka dapat melayani tujuan-tujuan sehat dalam pembentukan kepribadian. Hartman yakin bahwa suatu pertahanan dapat terlepas dari sumbernya dalam melawan insting-insting dan melayani fungsi-fungsi penyesuaian dan organisasi. Para teoretikus ego juga memandang ego sebagai suatu daerah yang bebas dari konflik. ini berarti bahwa proses-proses tertentu dari ego tidak berada dalam konflik dengan id superego, atau dunia luar.  Tentu proses-proses ego ini bisa bertentangan satu sama lain sehingga orang harus memutuskan manakah dari antara beberapa katau mengadakan adaptasi kemungkinan cara adalah yang terbaik untuk memecahkan masalah atau mengadakan adaptasi.

Sejalan dengan munculnya konsepsi baru tentang ego yang otonom ini bekermbang pula minat orang pada fungsi-fungsi adaftif ego, yakni cara-cara yang tidak defnsif dengan mana ego menghadapi kenyataan, atau apa yang oleh Freud disebut "pengujian kenyataan" (reality testing). untuk melakukan adaptasi-adaptasi yang efektif terhadap dunia, ego memiliki proses-proses kognitif berupa mepersepsikan, mengingat dan berpikir. Salah satu akibat  dari penekanan baru pada proses kognitif ego ini ialah ditariknya psikoanalisis semakin dekat degan psikologi. Diantara tokoh - tokoh yang menganut pandangan ini adalah Rapaport (1960), Gill (1959) dan Klein (1970).

sumber : A. Supratiknya. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta. Kansius. 1993