Memaknai Hidup

Kita tidak bisa hanya bekerja atau bertindak berdasarkan passion saja, kita butuh tujuan hidup yang dapat memaknai keseharian kita. Banyak dari kita yang merasa sudah melakukan apa yang kita sukai tapi akhirnya masuk dalam pusaran rutinitas yang membuat kita kehilangan arah bahkan merasa tersesat dalam hidup.

Sebenarnya, hal yang lebih utama dalam hidup ini adalah kemana kita mau menuju. Pertanyaan yang selalu ada dalam diri manusia adalah siapakah aku, dari mana aku, mau kemana dan apa tujuanku. Memang, banyak yang kemudian meninggalkan pertanyaan ini karena tidak mudah untuk mencari jawabannya. Kita lantas melakukan apa saja yang kita senangi. Alih-alih menjalani hidup sesuai kemana air mengalir, tapi kita kemudian bingung saat aliran itu tidak benar-benar seperti yang kita inginkan.


Dalam hidup ini, ada banyak dilosofi hidup yang membantu memberikan pencerahan bagi manusia untuk memperoleh arti hidupnya. Salah satunya dalam filosofi Kejawen ada yang berbunyi “Sangkan Paraning Dumadi”. Apa sebenarnya Sangkan Paraning Dumadi? Tidak banyak orang yang mengetahuinya. Padahal, jika kita belajar tentang Sangkan Paraning Dumadi, maka kita akan mengetahui kemana tujuan kita setelah hidup kita berada di akhir hayat. Ini menandakan betapa pentingnya manusia untuk mengetahui kemana aah hidup kita.

Mengetahui tujuan hidup ini sebenarnya merupakan langkah awal untuk memaknai hidup kita. Kalau kita ditanya, apa gunanya kita hidup, jawabannya bisa beraneka ragam. Tapi kalau jawaban itu tidak murni dari hati kita, atau sekedar asal, ini biasanya yang membuat kita tidak bisa bahagia.


Viktor E. Frankl, psikiater yang mengembangkan Logoterapi mengemukakan bahwa kekuatan motivasi utama dari seorang individu adalah untuk menemukan makna hidup. Menurut Frankl, seseorang dapat menemukan makna dalam hidupnya dalam tiga cara yang berbeda, yang pertama adalah dengan menciptakan pekerjaan atau melakukan perbuatan. Hal ini tergantung juga dari nilai hidup yang dianut oleh seseorang. Yang kedua, orang dapat memaknai hidupnya dengan mengalami sesuatu atau menghadapi seseorang; dan yang ketiga berdasarkan oleh sikap yang kita ambil menuju dihindari penderitaan dari orang lain. Intinya sebenarnya adalah kalau kita merasa hidup ini berguna, entah bagi diri sendiri atau orang lain, maka hidup kita bermakna. Untuk bisa berguna, kita perlu menetapkan tujuan hidup yang jelas. 

Viktor Frankl dalam bukunya Man's Search for Meaning, mengemukakan: "Jangan mengejar sukses – semakin dikejar dan semakin dijadikan target, semakin kita akan kehilangan dia. Karena sukses, seperti halnya kebahagiaan, tidak dapat dikejar. Ia harus terlahir dengan sendirinya, dan hal itu hanya terjadi sebagai dampak sampingan yang tidak direncanakan dari dedikasi pribadi seseorang kepada suatu tujuan yang lebih besar daripada dirinya sendiri atau sebagai produk sampingan dari penyerahan diri seseorang kepada seseorang yang lain daripada dirinya sendiri."
Untuk bisa lebih memaknai hidup, kita juga perlu melihat apa yang telah terjadi di masa lalu.  Menghubungkan titik-titik dalam kehidupan kita. Connecting the dots, seperti yang pernah dikatakan oleh Steve Jobs. Namun kita jangan terpaku pada masa lalu. Kita harus punya tujuan hidup yang jelas. Apa yang menjadi mimpi untuk kita capai.

Luaskan dan Lindungi Kepercayaan Diri Anda

Memperluas kepercayaan diri anda Rasa percaya diri ibarat sebuah rumah yang perlu anda bangun dan pelihara dari siapapun dan apapun yang mungkin mencoba merusak rumah anda. Jika dianalogikan lebih luas, rumah anda rentan terhadap unsur-unsur alam. Unsur-unsur ini akan menggempur batu bata rumah itu jika anda tidak melindunginya dan akan roboh pada akhirnya. Melindungi kepercayaan diri bisa dilakukan melalui tindakan. Seperti menjadi seorang atletik, latihan itu memerlukan program kerja yang terencana, kondisi mental yang bagus, dan stamina. Untuk memperluas kepercayaan diri anda ada dua hal yang perlu diingat. Pertama secara positif tindakan akan memperbesar kepercayaan diri anda. Kedua tindakan akan menghentikan hal-hal negative yang meremehkan kepercayaan diri anda. Mendapatkan kepercayaan diri adalah mengubah perilaku anda sehingga menciptakan citra kepercayaan diri untuk anda dan orang lain. Jika anda sering menilai prestasi dan keterampilan anda dari cara berpikir bagaimana orang lain melihat prestasi dan keterampilan anda. Cara ini akan membuat anda berada dipihak yang kalah karena menurut dunia hal demikian sering berubah. Dunia selalu mengubah pikirannya . 

Jadi, anda merampas kepercayaan diri anda dengan merusak keberhasilan anda. Anda juga mematikan rasa kepercayaan diri anda atas kesalahan yang anda itu. Yang perlu anda lakukan adalah menyadari bahwa tidak ada yang sempurna, dan jangan gunakan dunia luar untuk menilai sesuatu yang berasal dari dalam. 

Berikut beberapa hal yang perlu anda lakukan untuk melindungi tingkat kerpercayaan diri anda 

 sumber known your self Ellen Balke

Promo Training Binagrahita







Kecerdasan atau IQ

Kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ (bahasa inggris: intelligence quotient) adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. 

Psikotes bertujuan untuk mengetahui karakteristik serta potensi seseorang. Hasil sedikit banyak dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan serta kondisi kesehatannya pada saat menjalani psikotest. Potensi seseorang bisa berubah dengan adanya pengaruh lingkungan dan proses belajar. Oleh karena itu, hasil psikotes ini tidak dapat digunakan untuk selamanya. Untuk keperluan lain, sebaiknya diadakan psikotest kembali agar dapat dilihat perkembangannya.

Keterangan Hasil Tes Kecerdasan

Nilai IQ
Klasifikasi
140 ke Atas
Genius
130 - 139
Sangat Superior
120 - 129
Superior
110 - 119
Di atas rata- rata
100 - 109
Rata-rata normal
90 - 99
Rata-rata kurang
80 - 89
Di bawah rata-rata
70 - 79
Agak terbelakang (lamban belajar)
69 ke bawah
Mental terbelakang (lemah mental)
 


How To Master Your Habits

Bagi siapapun yang peduli pada proses pengembangan diri; “mengapa satu orang bisa menguasai satu keahlian tertentu sementara yang lain tidak?” lebih jauh lagi pertanyaannya berkembang menjadi “bagaimana seseorang bisa menguasai suatu keahlian?”

Bagi sebagian besar manusia, keahlian adalah perkara bakat. Bagi sebagian yang lain, keahlian adalah masalah latihan dan pengulangan.

Yang menarik pula, terkadang kita saksikan seseorang sangat termotivasi untuk menguasai satu keahlian, namun dia tak dapat menguasainya. Disisi lain, ada seseorang yang samasekali tak mempunyai motivasi namun menguasai suatu keahlian.
Ya, seseorang yang tidak mempunyai motivasi terhadap keahlian tertentu namun dia bisa melakukannya dengan sangat baik, salahsatu alasannya adalah melakukan pekerjaan  tersebut secara berulang-ulang dan continue.

Contoh sederhana adalah bangun tidur setiap pagi, anda akan bisa menilai jam berapa anda bangun pada setiap paginya, dalam prosesnya setiap pagi mata anda akan terbuka secara otomatis tanpa dibangunkan oleh alarm ataupun orang lain. Jika anda sudah terbiasa bangun setiap hari jam 5 pagi maka itu akan menjadi habits anda.
Kesimpulannya adalah jika anda ingin menguasai suatu hal maka lakukan lah pengulangan terhadap hal tersebut secara continue sampai  anda sangat mahir dan menjadi habits anda.
Begitupula dengan  sukses, lakukan pengulangan kesuksesan sehingga sukses menjadi habits anda.

EQ Bagi Anda Dan Anak Anda

Apakah kecerdasan emosional itu?

Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelegence menerangkan bahwa jika kita memahami bagaimana otak kita bekerja, kita bisa sendiri mengatasi gejala-gejala emosi kita sendiri secara lebih efektif dan juga mengetahui sebagian emosi kita yang merusak kemauan terbaik dalam diri kita. 

Cerdas emosional=Kesuksesan?

Jawabann nya adalah ya. karena kecerdasan emosional merupakan hal penting menuju kesuksesan hidup, kecerdasaan emosional dibentuk oleh situasi dimasa anak di usia dini dan perkembangan lebih lanjut sepanjang usia sekolahnya. Orangtua, merupakan faktor paling mempengaruhi Ei anak. 

Berikut komponen besar EI

- Kemampuan mengenali perasaan
  anda dan menyuarakan perasaan-    
  perasaan itu.
- Mengetahui hubungan antara pikiran,
  perasaan dan reaksi.
- Kemampuan membuat keputusan,
  bertanggungjawab atas tindakan -    
  tindakan dan mengetahui    
  konsekuensinya.
- Kemampuan mengenali kapan batin
  anda mengatur rasio anda.
- Kemampuan memonitor suara hati
  dan menanggapi pesan- pesan negatif
  dan remeh ketika pesan itu
  menampakan diri.
- Kemampuan mengatasi sendiri rasa
  takut, gelisah, marah dan sedih. 
- Kemampuan menjadi seorang yang
  bisa terbuka dalam hubungan
  hubungan yang tepat memulai
  pembicaraan tentang perasaan pribadi
  anda.
- Mengetahui teknik- teknik mengatasi
  stres, bagaimana melakukan latihan
  mental, mengarahkan imajinasi dan
  metode rileksasi.
- Kemampuan berempati dengan orang
  lain.
- Kemampuan bersikap tegas ketika ada
  peningkatan kebutuhan.
- Kemampuan mengatasi konflik tanpa
  memunculkan sikap agresif.
- Kemampuan menerima keadaan diri
  wecara utuh; bangga dengan
  kelebihannya dan mengakui akan
  kelemahannya.
- Kemampuan bekerja dalam kelompok.






Perilaku utang


Dulu waktu kuliah S2, sempat soal pinjam meminjam uang ini mau aku jadikan topik penelitian untuk menulis thesis namun tidak jadi.

Di budaya jawa, memang orang kalau sudah meminta pinjam uang dan ditolak, rasa malunya besar sekali dan itu berubah jadi marah. Lah, mau pinjam uang, ditolak, malah marah... lucu bukan... Tapi itulah yang terjadi.

Kita juga sulit menolak dengan alasan tidak ada uang, orang tidak akan percaya.

Di sisi lain, orang yang pinjam uang, kalaupun dia dapat rejeki berlebih, maka prioritas membayar utang adalah yang terakhir.

Sebenarnya ada dua tipe pengutang, pertama yang ingin segera utangnya lunas, ini biasanya jarang utang dan kalau utang biasanya kalau terdesak saja. Kalau dia punya rejeki lebih, maka dia akan segera membayar. Utang akan membuatnya susah tidur.

Tipe yang lain, dia nyaman dengan utang, kalaupun ada rejeki lebih, dia tetap akan membayar sesuai dengan aturan, malah kalau bisa dijadwal ulang, akan diperpanjang. Tak jarang mereka akhirnya gali lubang tutup lubang.

Strength Deployment Inventory (SDI)

[Oleh: Nur Agustinus]

Apa itu SDI? SDI (Strength Deployment Inventory) adalah sebuah perangkat psikometri untuk mengetahui tipologi seseorang dan bagaimana motivasi orang tersebut dalam situasi konflik. Saya hanya bisa menjelaskan secara singkat saja di sini dan bila ingin mengetahui lebih lanjut, bisa lihat di http://www.personalstrengths.com.au/

Dasar dari SDI ini adalah teori yang dinamakan "Relationship Awareness Theory" yang menyatakan: "motivation is the basis of all behaviour, and that we all need to feel a sense of self worth and self esteem in our relationships with others". SDI ini dirancang oleh Elias H. Porter, PhD. Tentang Elias Porter bisa dibaca di http://en.wikipedia.org/wiki/Elias_Porter

Ketika mengajar beberapa waktu lalu, dalam rangka mengenal diri sendiri dan tim kerja, mahasiswa diminta mengerjakan tes SDI ini. Setelah membahas tentang tipe-tipe dari hasil masing-masing tes, beberapa mahasiswa malah bertanya, tipenya pak Nur apa? Saya memang pernah mencoba tes ini saat diperkenalkan pertama kali, namun karena saya waktu itu merasa kurang pas, maka saya mencoba lagi mengerjakan tes tersebut. Ternyata hasilnya dengan yang lalu tidak jauh berbeda (meski tidak sama persis).

SDI ini membagi orang dalam 4 tipe utama, yaitu tipe biru, merah, hijau sertga gabungan dari biru-merah-hijau yang disebut sebagai HUB. Mengenai penjelasan tentang bagaimana sifat masing-masing tipe ini, bisa dibaca di http://componentleadership.pmi.org/februarymeeting2009/Pres%20and%20Bios/Understanding%20and%20Leading%20your%20team%20Final%20-Treasure.pdf



Kembali ke soal "Relationship Awareness Theory" ada 4 premis dalam teori ini, yaitu:
1.Behaviour is driven by motivation to achieve or maintain self-worth;
2.Motivation changes in conflict;
3.Strengths, when overdone or misapplied, can be perceived as weaknesses and;
4.Personal filters influence perceptions of self and of others.

Nah, notes yang ingin saya tulis adalah hasil dari tes yang saya buat. Tes ini dibagi dua kondisi, pertama akan memberi gambaran tentang apa tipe saya dalam kondisi biasa, dan bagaimana perilaku saya dalam situasi konflik. Dari hasil tesnya, ternyata saya termasuk tipe HUB.



Dalam gambar terdapat dua titik. Penjelasannya adalah, dalam situasi normal (biasa-biasa saja), saya termasuk tipe HUB (kedua titik nampaknya masih dalam posisi HUB). Nah, apa artinya jika termasuk tipe HUB ini? Berikut penjelasannya:



Sebenarnya, sifat seseorang itu bisa positif bisa juga negatif. Misalnya, orang yang memiliki sifat percaya, kalau saking terlalu percayanya, bisa menjadi orang yang naif. Atau orang yang baik hati, negatifnya bisa menjadi orang yang pasrah. Nah, dalam tipe HUB ini juga sama, berikut positif dan negatifnya:



Sekarang, bagaimana menjelaskan pergerakan dari titik pertama ke titip kedua. Titik kedua adalah bagaimana perilaku saya ketika menghadapi konflik. Menurut teorinya, keadaan konflik bisa dibagi dalam 3 tahap. Pada tahap pertama, seseorang yang mengalami konflik akan memperhatikan 3 hal, yaitu dirinya, problemnya dan orang lain (oposannya). Tahap kedua, dia hanya memperhatikan dirinya dan problem yang ada, sementara jika sudah sampai pada tahap ketiga atau akhir, dia hanya akan mempedulikan dirinya saja. Tahap ketiga ini dapat dikatakan sebagai fenomena "do whatever is necessary to save myself".

Dari hasil tes itu, maka pergerakan perilaku saya adalah R - (B G). R adalah Red (merah), B adalah Blue (biru) dan G adalah Green (hijau). Di bawah ini adalah tabel bagaimana perilaku dalam tahapan konflik menurut warnanya.



Jadi, kalau melihat hasilnya, jika saya berada dalam situasi konflik, maka respon perilaku saya di awal (tahap satu) adalah Red, artinya: "Simply rising to the challenge being offered". Nah, karena tahap kedua dan ketiga itu bisa bolak balik (dalam kurung artinya responnya bisa B - G atau G - B, maka ada kemungkinan jika tahap pertama ini sudah terlewati, maka saya akan "Giving in and letting the opposition have it’s way" atau "Trying to escape from the opposition". Selanjutnya pada tahap akhir, saya bisa menjadi "Having been completely defeated" atau "Having to retreat completely".

Begitulah kira-kira hasil pengukuran Strength Deployment Inventory yang saya lakukan.

Jika Anda tertarik dengan SDI ini, silahkan klik link (url) yang ada di notes ini. Siapa tahu berguna.

Salam,
nur agustinus

Links:
  1. http://www.personalstrengths.com.au/
  2. http://en.wikipedia.org/wiki/Elias_Porter
  3. http://componentleadership.pmi.org/februarymeeting2009/Pres%20and%20Bios/Understanding%20and%20Leading%20your%20team%20Final%20-Treasure.pdf
Surabaya, 29 April 2011

Triangular Theory of Love dari Sternberg

 



 
Sekali-kali mau sharing ilmu tentang cinta.... ada teori cinta yang dikemukakan oleh Robert Sternberg, di mana menurutnya komponen cinta itu ada tiga hal, yaitu (1) passion atau gairah, (2) intimacy (keakraban), dan (3) komitmen. Nah karena ada tiga komponen ini, maka teorinya disebut triangular of love... tapi bukan diterjemahkan sebagai cinta segitiga ya... hehehehe...

Nah teori ini bilang bahwa cinta yang lengkap itu kalau ada ketiga hal tersebut. Ini bentuk ideal yang disebut consummate love. Ada gairah, ada keakraban dan ada komitmen. Seringkali, cinta itu ternyata sambil berjalannya waktu, berkurang satu ada dua komponen sehingga hanya tersisa dua komponen atau bahkan satu saja.

Pada gambar bisa dilihat sepintas apa nama dari cinta tersebut. Biasanya, ada pasangan yang hanya tinggal komitmen saja, sudah tidak ada gairah dan keakraban. Memang dalam kenyataannya itu juga sering terjadi. Mereka masih menjalin komitmen sebagai suami istri tapi sudah tak ada lagi gairah dan kebersamaan.

Bisa juga cinta setia (companionate love), di mana hanya ada dua aspek yaitu keakraban dan komitmen. Bisa juga cinta romatik, ada gairah dan keintiman saja, tanpa ada komitmen. Nah, bagaimana cinta Anda terhadap pasangan Anda, atau mungkin kepada yang lain? Silahkan dianalisis sendiri...
 
Detail penjelasan arti tiap-tiap cinta ini, bisa dibaca di bawah ini yang saya kutip dari http://elfagustiarapratama.blogspot.com/2012/04/triangular-theory-of-love-strenberg.html

Menurut sternberg (1988) cinta adalah sebuah kisah, kisah yang dituliskan oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan persaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.

Sternberg (1988) terkenal dengan teori tentang Triangular Theory of Love (segitiga cinta). Didalam segitiga cinta itu terdapat komponen-komponen, yaitu :

1. Keintiman ( Intimacy )
Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan ( trust ), kedekatan dan keinginan untuk membina hubungan.

2. Gairah ( Passion )
Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dan dalam dirinya yang bersifat seksual, yang mengacu pada kebangkitan fungsi emosi dan fungsi biologis yang kuat.

3.Komitmen ( Commitment )
Komitmen adalah suatu konstruk psiologis yang berhubungan dengan keputusan tentang ketertarikan seseorang dengan orang lain dalam suatu hubungan yang mengandung unsur elemen kognitif berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.

Setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya,. Ada yang tinggi hanya di gairah, tetapi rendah di komitmen. Sedangkan cinta yang ideal itu apabila ketiga elemn itu berada dalam proposi yang sesuai pada suatu waktu tertentu.yang perlu diwaspadai adalah bahwa cinta dalam sebuah hubungan ini tidak selalu konteks perkawinan. Ketiga komponen ini dapat membentuk berbagai macam tipe hubungan, yaitu :

a. Nonlove
Tidak adanya ketiga komponen cinta, hal ini mendeskripsikan sebgaian besar hubungan interpersonal yang hanya interaksi kasual saja.

b. Liking
Elemen yang ada hanya intimasi. Ada kedekatan, pemahaman, dukungan emosional, afeksi, keterikatan dan kehangatan. Didalam tipe ini hanya ada persaan suka bukan cinta.

c. Infatuation Love
Elemen yang ada dalam tipe ini adalah hasrat. Ini adalah “ cinta pada pandangan pertama”, ketertarikan fisik yang kuat dan gairah seksual tanpa intimasi atau komitmen.kegilaan seperti ini dapat bergelora secara tiba-tiba dan pada sama cepatnya atau dengan beberapa syarat, akan berlangsung dalam waktu yang panjang.

d. Empty Love
Elemen yang tersedia hanyalah komitmen. Hubungan yang lama semakin membosankan. Cinta kosong ini sering ditemukan dalam hubungan jangka panjang yang telah kehilangan komponen keintiman dan hasrat, atau dalam pernikahan yang dijodohkan.

e. Romantic Love
Adanya unsur intimasi dan hasrat. Hubungan jenis ini saling tertarik secara fisik dan terikat secara emosional. Akan tetapi, mereka tidak terkomitmen pada yang lain.

f. Companite Love
Elemen intimasi dan komitmen. Hubungan jenis ini adalah hubungan pertemanan jangka panjang berkomitmen, seringkali terjadi dalam hubungan pernikahan dimana ketertarikan fisik sudah paddam tapi pasangan tersebut merasa dekat satu dengan yang lain dan membuat keputusan untuk tetap bersama.

g. Fatous Love
Hanya memiliki hasrat dan komitmen. Dimana cinta ini sulit untuk dipertahankan karena kurang adanya aspek emosi.

h. Consummate Love
Ketiga komponen ada dalam cinta “sempurna” ini, yang diperjuangkan banyak orang, terutama dalam hubungan romantis. Lebih mudah mencapai daripada mempertahankannya. Didalam hubungan ini bukan berarti tak ada persoalan atau konflik, konflik tetap ada, namun hanya berbeda pada aspek solusinya.

Tiga jenis ingatan




Ingatan atau memori itu ada tiga macam, yakni sensor memori, memori jangka pendek atau disebut juga memori kerja (working memory), dan memori jangka panjang. Apa itu?

Seberapa banyak yang Anda ingat mengenai peristiwa yang terjadi kemarin? Apakah Anda ingat hari Selasa lalu, Anda makan siang apa? Ketika Anda jalan-jalan ke mall, seberapa banyak yang Anda ingat? Ketika Anda menonton film The Billionaire, apa saja yang Anda ingat? Mengapa tidak semuanya bisa ingat? Ini karena ketika sebuah informasi tertangkap oleh sensor memori, maka butuh perhatian kita agar bisa masuk ke memori jangka pendek. Kalau tidak ada perhatian, maka akan lewat alias lupa. Tapi, masuk ke memori jangka pendek yang biasanya hanya bertahan sekitar 30 detik saja, itu butuh diulang-ulang kembali agar bisa menjadi ingatan jangka panjang. Contohnya, kalau Anda mengulang menonton film The Billionaire, maka makin banyak yang Anda ingat.

Pelajaran juga sama. Kalau Anda hanya membaca sekali, dijamin lupa dalam waktu beberapa jam, hari, minggu atau bulan. Anda mesti membaca dan mengulang, mengulang dan mengulang. Cara mengulang tidak hanya dengan membaca, tapi mendiskusikan dengan teman, itu berarti sama dengan mengulang juga. Kita mendengar lagi, membicarakannya lagi, akan membuat ingatan masuk ke memori jangka panjang.

Putus? Sambung kembali...

Dalam pertemanan, persahabatan atau bahkan bisnis serta pernikahan, ada kalanya kita konflik dengan partner kita. Itu wajar, sebab manusia pada dasarnya memiliki sifat yang berbeda-beda. Kalau kita belajar antropologi, kita tahu bahwa semakin beragam manusia, semakin punya potensi konflik besar. Namun, kalau kita bicara dalam hubungan antara dua orang, di mana dulunya adalah sahabat atau partner, namun kemudian konflik, bertengkar dan merasa yang satu berkhianat sehingga yang lain menjadi jengkel, ada sebuah nasihat yang pernah saya dengar dari seorang teman saya.

Hidup dan pertemanan itu ibarat sebuah tali yang kita pegang di ujung-ujungnya.
Ketika kita bertengkar, maka tali itu sama dengan kita putus.
Dengan putusnya tali itu maka kita bisa semakin jauh.
Namun, tali itu masih bisa disambung kembali....
itu kalau kita mau menyambungnya...
dan....
ketika kita menyambung tali itu...
apa yang terjadi?
Tali itu ternyata semakin pendek...
Setiap kali kita putus, namun kita sambung kembali, maka tali itu akan semakin pendek...
Menjadi pendek karena ada yang kita gunakan sebagai simpul talinya.
Semakin pendek, berarti semakin dekat jarak kita...
Semakin mengenal...
Semakin akrab...
Semakin tahu tentang teman kita...
Tapi...
kalau tali itu kita putus dan tidak kita sambung lagi...
maka akan putus selamanya.
Memang ketika sudah ada keretakan atau putus tali pertemanan, suasana menjadi tidak enak.
Ada kepercayaan yang dikhianati...
ada sifat yang tidak disuka yang membuat kita muak...
tapi...
pertemanan itu bukan mencari orang yang sama dengan kita.
Manusia itu berbeda-beda antara satu dengan yang lain...
Perbedaan itu dibuat oleh Yang Maha Kuasa agar manusia saling melengkapi...
Maka jalinlah pertemanan...
Ikat kembali tali yang telah putus...
maka akan makin dekat, makin dekat dan makin dekat...
hingga kita bisa rasakan pertemanan serta persahabatan yang sejati...
tanpa ada lagi ingin menuntut, tanpa ada lagi rasa ingin menguasai..
semua yang ada hanya untuk berbagi...
demi teman dan sahabat yang kita miliki...
dengan cinta...

Apa kepribadian bermain Anda?



Bermain dengan bekerja itu berbeda. Saat bermain, kita langsung mendapatkan yang kita inginkan yaitu kesenangan. Bekerja atau bahkan belajar adalah sebuah usaha yang hasilnya baru kita nikmati setelah berakhir. Itu membuat bermain lebih menyenangkan dan bisa membuat kita ketagihan. Stuart Brown melakukan penelitian dan menggolongkan manusia dari caranya bermain. Menurutnya, lawan kata dari bermain bukan bekerja, tapi depresi. Orang yang tidak suka bermain adalah orang yang mengalami kesedihan. Saat bermain orang akan gembira. Di bawah ini ada artikel yang ditulis oleh Tanadi Santoso, yang juga pernah memberikan ceramah kepada para dosen di Universitas Ciputra tentang hal ini. Berikut artikelnya saya kutip di sini:

Bermain selalu lebih menyenangkan daripada bekerja. Secara natural manusia melakukan kegiatan bermain sejak kecil, dengan antusias, semangat, dan penuh kegembiraan. Kita mulai terpasung ketika menjadi dewasa dan menganggapnya sebagai sesuatu yang “berdosa”, “kekanak kanak an”, dan tidak “bertanggung jawab”. Stuart Brown, pendiri National Institude of Play, mencoba menggali kembali esensi bermain ini dalam riset panjang puluhan tahun.

Menurut Neuroscientist Jaak Panksepp, penelitian pada hewan, menunjukkan bahwa “bermain” telah ada sejak jaman dinosaurus, dan bermukim pada reptilian brain kita, dimana kegiatan survival, bernafas, kesadaran juga berada. Kera, anjing, kucing, dan binatang lainpun memiliki kecenderungan untuk melakukan kegiatan bermain ini, setelah kebutuhan dasarnya untuk bertahan hidup terpenuhi.

Bermain adalah kunci terbesar pada kreatifitas dan inovasi, dan merupakan kunci pada peningkatan IQ, optimisme, kebahagiaan, dan umur panjang kita. Einstein, Picasso, Michaelangelo, dikenal sebagai orang yang penuh semangat bermain. Semua dari kita, juga memulai kehidupan kanak2 kita dengan bermain, dan pelahan lahan mengundurkan diri dari kegiatan ini menjelang dewasa.

"Bermain" adalah kegiatan yang lebih mementingkan kenikmatan daripada tujuan pencapaiannya; dilakukan dengan antisipasi diri sendiri tanpa paksaan apapun; membuat kita lupa diri dan hanya fokus pada apa yang kita lakukan; menghanyutkan sehingga lupa waktu; menimbulkan idea baru dan otak yang segar sehingga meningkatkan kreatifitas dan inovasi; dan setelah selesaipun masih membuat kita ingin melakukannya lagi lain kali. Inilah karakter dari “bermain”.

Ada 8 personality orang didasarkan pada caranya bermain.

1. The Joker, yang selalu bersenda gurau dalam hal apapun (tiba2 teringat kawan saya Joger).

2. The Kinesthete, orang yang selalu bergerak untuk dapat berpikir, jalan, olah raga, break dance, adalah caranya bermain.

3. The Explorer, seperti Richard Branson, yang melakukan esplorasi aneh2 dan sering menyengsarakan tubuh dalam mencari kebahagiaan bermainnya.

4. The Competitor, pemain yang mementingkan sukses dan kemenangan dalam berkompetisi apa saja.

5. The Director, pemain yang ingin menjadi dalang dan pengatur semua hal, berkuasa dan menunjukkan kekuasaannya.

6. The Collector, selalu ingin mengumpulkan sesuatu, perangko, koin, barang antik, sepatu, atau apa saja untuk museum kehidupannya.

7. The Artist, yang unik dan ingin eksistensi dirinya diakui: penulis, pelukis, penari, pemahat.

8. The Storyteller, pencerita, seperti para pembuat filem, penulis buku, bahkan orang2 penari, acting, dan guru pun termasuk pada kelompok orang yang menemukan dirinya bermain dengan bercerita.

Setiap orang menyukai hal yang berbeda, bahkan bisa saja “bermain” nya seseorang adalah “siksaan” orang lain: memancing, sepak bola, golf, mendaki gunung, gameboy, facebook, balapan mobil, dan seterusnya. Bermain yang berlebihan pun tidak baik, karena menjadi sebuah kecanduan dan kegilaan.

Kalau anda pikirkan kembali, orang2 yang paling menarik dalam kehidupan kita, adalah orang2 yang selalu bermain pada kehidupannya, dengan caranya sendiri. Banyak orang kehilangan jiwa bermainnya, tercecer pada perjalanan kehidupan yang secara pelahan menelan dan membunuh semangat kekanak kanakan yang bersinar pada dirinya.

Ada 5 langkah yang membantu kembali menumbuhkan semangat ini, dan memeliharanya:

Remember back your Playtime. Ingatlah kembali nikmatnya bermain dulu. Apa yang dulu membuat anda bahagia pada saat kanak kanak. Apa yang membuat anda ingin bangun pagi, dan melupakan kelelahan anda, sehingga yang ada hanya kebahagiaan dan nikmatnya saja?

Expose yourself to Play. Temui banyak permainan. Berjalanlan pada kehidupan yang mempunyai banyak kesempatan bermain; carilah teman, pekerjaan, kegiatan, dan komunitas yang mempunyai kesamaan dengan gaya kenikmatan bermain anda.

Give yourself permission. Ijinkan diri anda untuk bermain. Kekanak kanakan, sedikit kegilaan, nonsense, bodoh, lucu. Bebaskan diri anda dari ketakutan, lupakan batas2nya, ijinkan diri anda kembali bermain. Mungkin hanya untuk waktu yang pendek, sekali seminggu untuk 2 jam, ijinkan, dan rasakan kembali semangat bermain anda menghidupkan jiwa anda.

Combine play to your work. Sambungkan “bermain” dan “bekerja” anda. Bawalah esensi bermain anda pada pekerjaan anda. Hiaslah ruang kerja anda menjadi menyenangkan, bawalah pekerjaan anda pada perjalanan bermain anda. Gabungkan konsep bermain anda pada pekerjaan anda, sehingga anda akan mulai mencintai pekerjaan anda seperti juga anda menginginkan waktu lebih untuk bermain anda. Pekerjaan terbaik adalah bermain, sehingga hidup kita bisa menjadi “bermain saja kerjanya”.

Nourish your state of play. Peliharalah semangat bermain anda. Berhati hatilah pada penghadang dan pembunuh “semangat bermain”. Ciptakan kultur dan semangat memelihara kenikmatan dan kegiatan bermain ini saat anda bermain ataupun bekerja. Temukan network yang tepat dalam memelihara semangat ini. Bentuklah kegiatan kehidupan yang mengutamakan bermain sebagai landasan kehidupan.

Semangat bermain, akan menumbuhkan kreatifitas dan inovasi. Bermain juga membuat anda semakin menguasai sesuatu bidang, karena larutnya kita saat bermain akan membuat kita menjadi lebih ahli dalam bidang tersebut. Dan bermain adalah sebuah kenikmatan, sebuah kebahagiaan. Salam bermain.

*) Tanadi Santoso
**) Inpired by the book: PLAY by Stuart Brown,MD

Membina hubungan yang sehat

Siapa yang tak ingin membina hubungan yang baik dengan orang lain, khususnya dengan teman, keluarga dan pasangannya? Kalau ditanya, apa kunci terjalinnya hubungan yang baik? Banyak orang menjawab bahwa kepercayaan, komunikasi, terbukaan, kejujuran dan komitmen adalah hal yang penting. Ya, hal itu adalah untuk menjaga sebuah hubungan agar bisa langgeng dengan baik.
Sebuah hubungan antar manusia pada dasarnya mengharapkan adanya sebuah pertumbuhan. Hubungan yang tidak sekedar begitu-begitu saja, namun ada hal yang bisa membuat makna. Sebuah hubungan tanpa makna akan menjadi kering dan membosankan. Lalu, bagaimana kita menjalin sebuah hubungan yang sehat? Hubungan ini tidak terbatas pada hubungan antara sepasang kekasih, tapi bisa juga antar teman, antara guru dengan muridnya, antar pimpinan dengan bawahannya, atau lain sebagainya.
Ada empat hal yang dibutuhkan manusia untuk tumbuh. Untuk menjadi pribadi yang bertumbuh, kita butuh kondisi dan lingkungan tertentu. Kadangkala, situasi yang tidak tepat membuat seseorang bukannya bertumbuh melainkan menderita.
Pertama, hubungan yang sehat adalah hubungan yang bisa membuat tertawa. Ada suasana yang menghibur. Kita tidak boleh mengabaikan hal ini. Dalam sebuah hubungan perlu ada entertaining. Tapi, bagaimana kalau kita memang tidak pandai melawak? Bagaimana kalau kita memang tidak tampak lucu? Sebenarnya ada banyak cara membuat hubungan ini menyegarkan dan menghibur. Saya yakin tiap manusia punya rasa humor dan menyukai hiburan. Manfaatkan waktu luang dengan berkomunikasi yang bisa membuat tertawa, menonton bersama, menikmati waktu yang menyenangkan. Ini sangat penting karena hubungan yang tidak menghibur akan menjadi kaku dan kering. Coba bandingkan teman-teman Anda yang bisa menghibur Anda dengan yang tidak, maka siapakah yang lebih Anda sukai untuk diajak makan siang bersama?
Yang kedua adalah, hubungan yang sehat adalah yang bisa memberi dukungan dan saling memberi dorongan. Ada orang tertentu yang bahkan bisa membuat kita patah semangat. Hubungan dengan orang seperti ini jelas tidak sehat. Tapi kalau kita bisa mendapatkan pasangan atau teman yang memberikan motivasi dan dukungan, maka hidup kita akan lebih bergairah. Untuk membina hubungan yang sehat, sebaiknya Anda juga membiasakan diri untuk selalu mendukung teman atau pasangan Anda. Jadi, kunci yang kedua adalah supporting.
Lalu, apa kunci yang ketiga? Pernahkah Anda berhubungan dengan seseorang yang membuat ide-ide kreatif Anda muncul? Atau mungkin Anda menjadi makin bersemangat untuk melakukan hal-hal baru? Orang seperti ini adalah yang mampu membuat Anda melakukan hal-hal yang tidak pernah Anda pikirkan sebelumnya. Hubungan yang sehat juga membutuhkan hal ini. Inilah kemampuan inspiring, atau bagaimana dalam hubungan tersebut terjadi proses saling menginspirasi.
Orang yang bisa mengispirasi dan membawa perubahan biasanya akan selalu kita kenang. Kita bisa memperoleh inspirasi dari sebuah novel, film atau ucapan seseorang. Memberi inspirasi juga bisa dilakukan melalui tindakan. Coba Anda pikirkan, siapa-siapa saja orang yang bisa memberi inspirasi bagi Anda? Saya yakin orang tersebut akan membuat hidup Anda lebih bergairah. Nah, bagaimana kita membuat diri kita juga bisa memberi inspirasi bagi teman, pasangan dan keluarga kita.
Kunci yang keempat, yang tak kalah pentingnya untuk membina hubungan yang sehat adalah sikap saling menghargai. Yang dimaksud di sini adalah ucapan dan tindakan yang appreciating. Apresiasi adalah sebuah bentuk respons yang mempunyai hubungan timbal balik antara dua pihak yang saling berkaitan. Apresiasi itu membutuhkan adanya perhatian, kesungguhan hati untuk memberikan penilaian.
Kadang kala, kesalahan terjadi ketika memberi komentar dengan asal-asalan. Misalnya saat anak ingin menunjukkan hasil karya gambarnya, kemudian mengatakan, “wah, bagus sekali.” Tapi melihat lukisannya hanya sepintas, tidak sungguh-sungguh. Ini sering tidak disadari, karena apresiasi itu membutuhkan kesungguhan hati dan upaya memperhatikan. Di sini butuh empati yang besar untuk bisa merasakan dan menghargai hasil orang lain.
Mari kita introspeksi diri, apakah kita sendiri telah menjadi seorang yang bisa entertaining, supporting, inspiring dan appreciating bagi orang lain? Jika ya, belum terlambat untuk berubah memperbaiki diri, sekaligus nantinya akan membuat hubungan Anda dengan orang lain juga semakin baik dan menyenangkan.
 [nur agustinus]



Reaktif atau Proaktif



Tadi pagi, waktu berangkat ke kampus, saat belok di persimpangan jalan, ada truk ngebut dan memotong jalur perjalanan saya seenaknya. Tentu saja reaksi normal adalah jengkel dan marah. Entah kebetulan atau bukan, kemarin saya membaca lagi sekilas buku "The 7 Habits of Highly Effective People", di mana kebiasaan pertama yang penting adalah jadilah proaktif. Reaksi orang atas sebuah peristiwa bisa dua pilihan, pertama reaktif, dan yang kedua proaktif. Dulu saya sempat mengalami kejadian serupa dan saya reaktif. Saya marah dalam hati, dan sepanjang jalan pikiran saya tak bisa lepas dari kemarahan saya pada pengemudi yang seenaknya. Tapi hari ini saya memilih untuk proaktif. Seperti saran di buku itu, saya lalu berkata dalam hati, saya maafkan kamu. Dan yang terjadi justru berbeda. Perasaan saya jadi tenang dan saya jadi bisa konsentrasi pada perjalanan saya berikutnya. Hati saya damai. Tak ada rasa dongkol dalam hati. Membuat hati tenteram itu memang sebuah pilihan...

Efikasi diri dan Adversity Quotient

Sehubungan dengan karakter seseorang, atau sifat, ada satu hal lagi yang sangat penting yang menunjang determinasi seseorang yaitu yang namanya efikasi diri atau self efficacy. Apa itu efikasi diri? Efikasi diri adalah sebuah keyakinan dari dalam diri orang tersebut, ada keyakinan bahwa dia mampu untuk melakukannya. Jadi ini berbeda dengan kepercayaan diri. Jadi, sebuah keyakinan bahwa orang itu atau misalnya kalau saya, bahwa saya yakin bahwa saya mampu melakukannya. Misalnya, saya harus pergi ke luar negeri. Saya kalau tidak yakin, maka saya akan menjadi ragu-ragu. Ini terlepas dari kepercayaan diri. Tapi kalau saya yakin, maka saya akan berusaha untuk bisa. Jadi self efikasi ini merupakan sebuah keyakinan bahwa saya mampu melakukannya. Jadi ini berkaitan dengan kompetensi sebetulnya. Ketika saya yakin, misalnya mampu membuka usaha sendiri, mampu membuat bisnis, maka saya akan bisa melakukannya dan kalau pun ada hambatan, saya akan tetap berjuang, saya akan tetap berusaha, saya tidak akan mudah menyerah. Kenapa? Karena saya mampu. Saya yakin bahwa saya mampu melakukannya. Nah, inilah suatu hal yang penting mengenai efikasi diri.
Selain itu, ada juga teori dalam psikologi yang namanya Adversity Quotient. Adversity Quotient ini adalah semacam kemampuan seseorang ketika mengahadapi masalah. Quotient di sini artinya sebetulnya mirip IQ, Intelligence Quotient, jadi tingkat keyakinan dia untuk mengatasi masalah, jadi daya tahannya. Ada orang yang ketika mengahadapi masalah seperti ilustrasi yang tadi, ada tembok dia mundur. Dalam teori Adversity Quotient ini ada beberapa tipe orang. Ada yang disebut dengan campers misalnya. Jadi ketika dia sampai pada suatu. Jadi ilustrasinya adalah dia menaiki sebuah bukit atau gunung. Ketika orang ini dia berjalan tentunya jalannya penuh terjal. Penuh kesulitan karena tidak ada yang mudah dan hidup selalu dalam keadaan tidak pasti. Dia melihat, kemudian menyerah. Dia berhenti di sini. Ini campers. Dia berkemah. Tapi ada juga yang kemudian dia turun lagi itu ada juga seperti ilustrasi tadi, ada yang berhenti, ada yang kembali. Tapi ada orang yang dia berusaha bisa tetap mempunyai daya juang, daya tahan, sehingga dia akhirnya sampai pada puncaknya.
Determinasi adalah kemampuan, adalah sifat, adalah dorongan di mana dia bisa yakin dan harus sampai ke puncak tujuan yang ingin di capai. Dia tidak akan berhenti di tengah-tengah. Kita sering kali misalnya begini. Kita punya ide mau buka usaha. Tapi orang tua mungkin bilang, “Ah, jangan. Kalau kamu buka usaha gina nanti kalau rugi? Gimana kalau misalnya ada orang beli barangmu itu tidak bayar? Bagaimana kalau misalnya krisis ekonomi terus berlanjut sehingga akhirnya modal yang kamu punya itu akhirnya habis?”

Orang yang memiliki determinasi yang tinggi, dia tidak akan peduli. Artinya apa? Kalu dia memiliki otonomi, dia yakin bahwa dirinya lah yang menentukan di mana ini sama juga dengan teori dalam efektuasi yang nanti akan kita jelaskan lebih lanjut dalam sesi-sesi yang lain, yaitu yang disebut dengan prinsip Pilot In The Plane. Kalau kita adalah pilot di pesawat kita, kita lah yang menentukan kita mau mendarat di mana, kita mau pergi ke mana. Jadi, determinasi adalah sebuah keyakinan, sebuah mindset, sebuah sikap, di mana kita harus sampai pada tujuan. Ada halangan, kita akan gunakan otak kita, untuk berpikir, untuk kreatif, untik inovatif, supaya bisa mengatasi hambatan tersebut. Jadi, kalau pun ada hambatan, kita tidak akan menyerah. Kalau pun ada masalah, kita akan berusaha untuk mengatasinya. Inilah kunci seseorang entrepreneur itu untuk bisa berhasil. Kalau pun gagal dia akan bangkit. Kalau pun gagal sepuluh kali, dia akan bangkit sebelas kali. Itulah determinasi.
Itu adalah prinsip yang sangat penting yang harus dipegang. Jangan sampai ada masalah, ada halangan, ada hambatan, atau mungkin misalnya hambatan itu bisa saja hambatan dari keluarga, dari budaya, bahwa, “O, kamu itu lebih baik jadi pegawai, lebih enak, tiap bulan dapat gaji, hidup pasti aman, nyaman”. Tapi kita tahu bahwa entrepreneurship itu yang mengubah dunia, entrepreneurship itu yang bisa mengubah bangsa, entreprenurship itu yang dapat mengubah diri kita. Itulah, kalau kita punya keyakinan, kita yakin bahwa kita bisa, kita punya otonomi atas diri kita, kita punya kompetensi yang selalu kita perbaiki, yang selalu kita tingkatkan, dan kita jangan lupa, membina hubungan dengan orang lain, relasi, network, dan membangun kerja sama semua itu butuh trust, kepercayaan, kejujuran, etika, semua itu akan sampai. Dengan keyakinan, dengan kemampuan, dengan sebuah tekad, saya pasti bisa, Anda pasti bisa.

Buku (Free Download)

Klik buku untuk baca atau download


http://www.slideshare.net/nur2008/bagaimana-lebih-sukses-di-tempat-kerja
http://www.slideshare.net/nur2008/bagaimana-hidup-lebih-bahagia 

http://www.slideshare.net/nur2008/kiat-bekerja-di-tempat-baru

http://www.slideshare.net/nur2008/menjadi-penjual-yang-sukses

http://www.slideshare.net/nur2008/bagaimana-menjadi-supervisor-yang-efektif

http://www.slideshare.net/nur2008/4-masalah-di-tempat-kerja
http://www.slideshare.net/nur2008/wiraswasta

http://www.slideshare.net/nur2008/bagaimana-meningkatkan-rasa-percaya-diri

http://www.slideshare.net/nur2008/melamar-kerja-wawancara

Gampang depresi karena genetik?

Saya melihat VCD yang dikeluarkan BBC seri Horizon dengan judul Designer Babies (dijual di toko vcd original), salah satunya mengemukakan tentang gen yang menentukan kepribadian manusia. Ada sebuah gen, yang jika ukurannya tertentu, maka membuat orangnya jadi pesimis, sementara kalau ukurannya berbeda, membuat orangnya optimis.
http://www.bbc.co.uk/science/horizon/1999/designer_babies_script.shtml

Secara umum, kalau dikatakan secara genetik mudah depresi, memang dirinya rentan terhadap masalah/stress. Namun walau dia orang yang secara genetik "kuat", sementara stress yang datang bertubi-tubi dan besar, maka bisa saja dia menjadi depresi.

Ketika saya kuliah MBA dulu, saya diajarkan matrix yang berkaitan dengan high risk high gain, serta no pain no gain, yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam merespon serta menghadapi stress atau masalah.

Teorinya begini: Masalah bisa dibagi dalam dua kategori, pertama adalah banyaknya (kuantitas) masalah, dan kedua adalah beratnya (kualitas) masalah. Dengan demikian, kita bisa membagi dari segi kuantitas ada dua (mau dibagi tiga juga boleh), yakni sedikit masalah dan banyak masalah. Dari segi beratnya, kita bisa membagi dua juga, yaitu masalah ringan dan masalahnya berat.

Nah, dengan demikian ada empat kategori, yaitu orang yang mampu dan suka menghadapi:
1. masalah sedikit dan yang ringan-ringan saja.
2. masalah berat/rumit namun jumlahnya sedikit saja
3. masalah banyak namun yang ringan-ringan saja
4. masalah berat/rumit dan dengan jumlah yang banyak.

Nah, dari segi "no pain no gain", maka yang nomor 4 harusnya menjanjikan hasil yang banyak.

Memang, setiap orang ingin hasil yang sebanyak-banyaknya. Namun banyak orang yang "salah tempat" karena ketika dia masuk ke daerah matrix yang tidak sesuai dengan kemampuan "mental"-nya, maka dia akan mengalami stress. Jika orang salah masuk tempat yang di bawah kemampuannya, maka dia juga akan merasa jenus. Seperti dalam grafik hubungan antara stress dan produktivitas, maka kalau stress terlalu rendah atau terlalu tinggi, maka produktivitas menurun.

Depresi berat bisa terjadi karena genetik karena memang dari sononya dia tidak bisa menghadapi masalah yang berat dan banyak. Namun ada juga yang karena faktor lingkungan. Ini tergantung dari ketahanan mentalnya. Sebagai contoh, ada orang yang rumahnya habis (seluruh hartanya habis) misalnya karena bencana, masih tenang dan menerima cobaan dengan tawakal, namun ada yang kemudian depresi berat.

Banyak orang mengatakan bahwa agama merupakan solusi. Sebab ketika orang mengalami tekanan, biasanya ingat om Han (kecuali kalau dia memang tidak percaya adanya tuhan). Di sini menjadi pertanyaan atau perlu dilakukan studi, apakah orang yang rentan terhadap masalah (secara genetik) bisa ditingkatkan dengan pengimanan terhadap agama?

Lalu, jika depresinya karena faktor genetik, apakah masih bisa diterapi? Maka jawabnya bisa diterapi. Dengan kehadiran teman, konselor, pendamping, obat, gejala depresinya bisa diringankan. Trus kalau ditanya, apakah bisa diubah? Jawabnya: ya dan tidak. Ya, karena dengan obat tertentu membuat otaknya menghasilkan neurotransmiter tertentu yang membuat orang gembira sehingga tidak depresi. Tidak, karena secara genetik yang tidak berubah. Itulah hebatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bukankah ada yang mengatakan, "Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan kita..."
(nur agustinus)

Burnout Pada Atlet

Oleh: P. Susilowati, S.Psi

Joe adalah seorang atlet berprestasi yang mengalami tuntutan kerja yang berat karena dirinya diharapkan menang dalam suatu event bergengsi, setiap harinya ia dituntut untuk melakukan latihan dengan beban diatas kemampuannya, namun motivasinya adalah ekstrinsik (tergantung besarnya hadiah yang didapat), hal ini akhirnya menyebabkan dirinya mengalami kelelahan fisik dan mental sehingga pada saat pertandingan prestasinya menurun.

Atlet merupakan salah satu jenis profesi yang tergolong berat. Hal ini disebabkan atlet dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas profesionalisme. Kualitas profesionalisme yang dimaksud antara lain keahlian, konsentrasi yang tinggi, pengetahuan, mampu bersikap profesional ketika dihadapkan pada persoalan yang berkaitan dengan rekan kerja; pelatih; keluarga dan lawan tanding.

Kondisi-kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan pressure sehingga si atlet akan rentan mengalami stres. Stres yang dialami dalam jangka waktu yang pendek dengan intensitas yang optimal sesuai kapasitas si atlet akan mampu meningkatkan motivasi berprestasinya. Jika seorang atlet mengalami stres dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang tinggi maka akan menyebabkan kondisi tubuhnya tidak fit sehingga akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Padahal seorang atlet harus memiliki kondisi tubuh yang fit dan energi yang cukup.

Kondisi kelelahan fisik dan mental pada atlet di istilahkan dengan burnout. Menurut Bunker (dalam Gunarsa, 2004), burnout adalah suatu kondisi yang dipenuhi oleh rasa jenuh sehingga banyak energi dan tenaga terbuang sia-sia. Dalam dunia olahraga, burnout merupakan suatu hal yang berdampak buruk karena dapat mempengaruhi prestasi (performance dan prestasi menurun). Jika si atlet mengalami burnout, apalagi pada saat bertanding maka akan mengakibatkan motivasi dan prestasinya akan menurun. Oleh karena itu, kondisi ini perlu diperhatikan oleh atlet dan pelatihnya.

Penyebab Atlet Mengalami Burn Out

Menurut Gunarsa (2004), burnout dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1) Menurunnya motivasi
Menurut Herzberg ada 2 macam motivasi yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari keinginan seseorang itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik adalah pencapaian prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, dan kemungkinan untuk berkembang dalam organisasi. Seseorang yang dominan pada motivasi intrinsik maka akan menghasilkan kinerja yang lebih baik jika faktor penunjang tersebut ada. Tetapi kalau faktor tersebut tidak ada maka tidak akan berpengaruh pada kinerjanya. Motivasi ekstrinsik adalah sumber motivasi yang berasal dari luar seseroang. Sedangkan faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik adalah gaji, kondisi kerja, status, kebijakan organisasi, kualitas kepemimpinan, dan hubungan intrepersonal dalam organisasi. Seseorang yang dominan pada motivasi ekstrinsik tidak akan selalu dapat meningkatkan kinerjanya walau faktor penunjang tersebut ada. Namun jika faktor penunjang tersebut tidak ada, maka akan merasa tidak puas. Berdasarkan teori tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa atlet yang lebih dominan pada motivasi ekstrinsik akan lebih cenderung mengalami burnout daripada atlet dengan motivasi intrinsik. Ini disebabkan atlet yang dominan pada motivasi intrinsik akan dengan senang hati berlatih dan berjuang demi menjadi yang terbaik.

2) Keletihan
Jika beban latihan lebih berat daripada beban normal tubuh maka tubuh akan mengalami keletihan

3) Komunikasi yang kurang sehat dengan sesama atlet atau pelatih
Komunikasi yang sehat merupakan salah satu bentuk dukungan sosial. Jika komunikasi kurang sehat maka tingkat burnout akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan dukungan sosial dari sesama atlet, pelatih, dan keluarga memiliki andil dalam membantu menurunkan beban seseorang yang mengalami burnout

4) Tuntutan pekerjaan
Menurut Baron dan Greenberg (1995) tuntutan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang penyebab burnout karena bagi seseorang yang emosional, tuntutan kerja dipersepsi sebagai sesuatu yang berat. Sedangkan bagi seseorang yang stay cool, tuntutan kerja dipersepsi sebagai sesuatu yang masih dapat dikelola dan dapat mengembangkan kemampuannya.

5) Prosedur dan aturan yang kaku
Aturan dan prosedur yang kaku akan menghambat seseorang yang emosional untuk mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sehingga seringkali mereka merasa kesal.

6) Kurangnya reward
Seseorang yang emosional akan merasa tidak pernah dihargai dan merasa pekerjaannya tidak berharga jika reward yang diterimanya kurang. Hal ini mengakibatkan munculnya rasa putus asa.

7) Terasing dari komunitas
Seseorang yang emosional akan cenderung merasa tidak ada semangat tim, frustrasi, marah, merasa terasing sehingga komunitasnya terasa mengisolasi dirinya.

8) Jenis Kelamin
Biasanya perempuan menunjukkan frekuensi yang lebih besar untuk mengalami burnout daripada laki-laki karena sering mengalami kelelahan emosional.
Dengan mengetahui faktor penyebab burnout diharapkan atlet dan pelatihnya menjadi peka. Namun, atlet dan pelatihnya perlu mengetahui apa saja gejala-gejala dari seorang atlet yang mengalami burnout sehingga dapat mendetekasi apakah ada yang mengalaminya, jika ada harus segera ditangani.

Gejala-gejala Atlet yang mengalami burnout


Menurut Gunarsa (2004), atlet yang mengalami burnout akan menunjukkan beberapa gejala fisik dan mental. Adapun gejala fisik meliputi mudah lelah dan letih, berat badan mengalami penurunan, kekuatan dan energi menurun, otot-otot melemas, merasa ada anggota tubuhnya yang sakit, sering mengeluh sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, mengalami gangguan pecernaan, gangguan tidur, dan denyut nadi meningkat. Sedangkan gejala mental meliputi mudah bosan, gelisah, minat untuk latihan menurun, motivasi menurun, mudah tersinggung, mudah marah, bersikap sinis pada orang lain, cenderung melakukan tindakan yang merugikan (bagi dirinya sendiri, pekerjaan, organisasi), merasa tidak berharga, merasa tidak puas dengan hasil kerjanya, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat (bagi diri sendiri dan orang lain), menarik diri, apatis, tidak peduli dengan orang-orang disekitarnya, undoing, dan depresi.

Solusi Mengatasi Burnout Pada Atlet

Jika Anda seorang atlet dan kebetulan sedang mengalami burnout, maka ada beberapa solusi yang dapat Anda lakukan, yaitu:

1. Mempertahankan motivasi intrinsik
Mempertahankan keberadaan motivasi intrinsik bukanlah suatu pekerjaan mudah. Namun, hal ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Seorang atlet sebaiknya memiliki rasa percaya diri yang kuat sehingga akan mampu merencanakan sasaran yang tinggi.

b. Atlet harus menetapkan sasaran yang spesifik dan tingkat kesulitan dari sasaran yang ingin dicapai. Sebaiknya atlet memilih sasaran yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Hal ini akan membuatnya merasa tertantang dan berusaha untuk mencapai sasaran tersebut.

c. Atlet harus membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang atas sasaran yang telah ditetapkan. Ini berarti ia harus membuat batu loncatan agar mampu meraih sasaran yang lebih tinggi. Caranya adalah dengan berusaha mengikuti kompetisi secara rutin dengan jenjang yang semakin tinggi. Selain itu, feedback yang diberikan oleh pelatih sebaiknya disikapi oleh atlet sebagai salah satu sarana untuk meminimalisir kekurangan yang ada pada dirinya.

d. Self talk
Ucapkan kata-kata dalam hati yang dapat menumbuh kembangkan optimisme dalam diri. Self talk ini berguna untuk memperkuat keyakinan atlet ketika sebelum dan saat bertanding.

e. Imagery training
Biasanya seseorang akan membayangkan kalau dirinya akan menghadapi lawan berat dan sulit dikalahkan. Kondisi ini secara tidak langsung akan melemahkan motivasi atlet. Oleh karena itu, hal ini harus diubah. Caranya dengan membayangkan kekuatan diri dan menciptkan kondisi yang objektif. Artinya, atlet sebaiknya tahu kelebihan dan kelemahan lawannya sehingga menemukan teknik tertentu untuk menghadapi lawannya. Setelah menemukan teknik tersebut maka ia harus percaya diri.

f. Lakukan pekerjaan dengan hati
Jika seseorang melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan minat maka tidak akan menjadi beban bagi dirinya. Disamping itu, cobalah untuk merenungkan diri bahwa ketika Anda bekerja sebenarnya Anda sedang belajar (belajar untuk menjadi semakin lebih baik) bukan sekedar mencari penghasilan. Hal ini akan mendorong diri Anda sebagai kontributor bagi organisasi dimana Anda bekerja. Intinya, Anda sebaiknya belajar bagaimana menjadi human being (berusaha memberdayakan diri agar berguna bagi orang lain), bukan human having (mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya). Hal ini dapat dimulai dengan menetapkan prinsip bahwa “kita sebaiknya memberi terlebih dahulu, dan menerima kemudian”.

2. Mintalah ijin pada pelatih untuk menghentikan program latihan untuk sementara
Istirahat dapat memperbaiki performance (namun dalam kadar yang tepat). Jika seseorang bekerja terus-menerus tanpa istirahat maka performancenya akan menurun.

3. Berpikir positif
Dengan berpikir positif maka akan memunculkan rasa percaya diri, dan meningkatkan motivasi

4. Membuat mental log
Mental log merupakan catatan harian yang ditulis oleh setiap atlet setelah selesai melakukan latihan, pertandingan, atau event yang berkaitan dengan olahraga. Sehingga dapat memberi gambaran bagaimana cara ia dalam berpikir dan bertindak, termasuk ketika mengalami kekalahan. Dengan mental log maka atlet dapat mengetahui mana pikiran dan perasaan negative yang harus diubah menjadi pikiran dan perasaan positif.

5. Sharinglah dengan rekan sesama atlet atau pelatih (yang dapat dipercaya dan mampu menjadi pendengar yang efektif)
Sharing merupakan cara yang paling mudah untuk menyatakan emosi sehingga akan menurunkan tingkat stres.

6. Mulailah dengan memperbaiki diri Anda sendiri
Anda dapat memulainya dengan menemukan apa penyebab burnout yang Anda alami, siapa yang kira-kira dapat membantu Anda untuk mengatasinya, dan apa yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi burnout Anda.

7. Lakukan relaksasi secara rutin
Relaksasi dapat membantu untuk menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kinerja seseorang.

8. Konsumsi makanan yang sehat
Makanan yang sehat dapat membantu tubuh Anda untuk melepaskan diri dari stres. Selain itu, hindari kebiasaan buruk seperti merokok, minuman beralkohol, menggunakan narkoba, dll.

Semoga pembahasan ini, bermanfaat untuk meminimalisir terjadinya burnout pada atlet. Selamat berjuang demi kejayaan bangsa.

Daftar Pustaka
Gunarsa, S.D. (2004). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Baron, R.A., Greenberg, J. (1995). Behavior in Organization: Understanding and Managing The Human Side of Work. New Jersey : Prentice-Hall.